img_head
ARTIKEL

ANTARA EUFORIA HUKUMAN KEBIRI DENGAN RASA KEJUJURAN DAN KEADILAN

Agu30

Konten : artikel hukum
Telah dibaca : 2.948 Kali

A. PENDAHULUAN

Hukum Pidana Indonesia seolah telah memasuki babak baru dalam penjatuhan jenis hukuman pemidanaan yaitu sejak adanya pemberlakuan hukuman Kebiri. Hukuman ini sebagaimana kita ketahui adalah merupakan hal yang baru dengan dasar hukum sebagaimana dengan dikeluarkannya  Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang No 17 tahun 2016 yang merupakan penyempurnaan terhadap Undang-undang No.23 Tahun 2002.

Adapun pengaturan hukuman kebiri tersebut diatur pada Perpu no 17 tahun 2016 yaitu dengan adanya perubahan pada pasal 81 yang dirubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 81 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), serta pada ayat 7 yang menyatakan bahwa Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Tema dan pokok bahasan ini sangatlah penting untuk kita diskusikan oleh karena selain hukuman kebiri adalah merupakan bentuk hukuman yang baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia, dalam beberapa hari belakangan ini muncul euforia dalam masyarakat dengan adanya putusan kebiri yang telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Mojokerto, sehingga menimbulkan berbagai macam analisa baik yang pro ataupun kontra terhadap penjatuhan hukuman kebiri tersebut, namun lepas dari hal tersebut maka terhadap kasus tersebut oleh karena telah berkekuatan hukum tetap maka  harus dilaksanakan oleh eksekutor yang dalam hal ini adalah Jaksa Penuntut Umum.

Adapun dalam pokok bahasan yang akan kami utarakan secara singkat dalam tulisan ini diantaranya adalah apa maksud dari hukuman kebiri ini serta bagaimana cara penjatuhannya, serta terlebih lagi yang terpenting yang akan kami tinjau adalah bagaimana hukuman ini dapat diterapkan oleh Hakim sebagai Decision Maker dihubungkan dengan roh dan jiwa Hakim sebagaimana terdapat dalam Pedoman Perilaku Hakim yang salah satunya adalah Bersikap Adil dan Jujur.

 

B. PENGERTIAN HUKUMAN KEBIRI SERTA CARA PENJATUHAN HUKUMAN KEBIRI .

Marilah kita tengok terlebih dahulu dari Semangat  dan latar belakang dari dikeluarkannya Perpu tersebut sebagaimana yang termuat dalam pertimbangan Perpu no 17 tahun 2016 tersebut dalam huruf b yang menyatakan bahwa “kekerasan seksual terhadap anak dari tahun ke tahun semakin meningkat dan mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan negara, sehingga perlu memperberat sanksi pidana dan memberikan tindakan terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dengan mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak.”

Landasan adanya perubahan dengan semangat untuk memperberat hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut, salah satunya adalah dilakukan dengan cara menambah variasi macam hukuman pidana tambahannya yaitu sebagaimana termaktub dalam penjelasan Perpu no 17 tahun 2016 yaitu :

“Untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, Pemerintah perlu menambah pidana pokok berupa pidana mati dan pidana seumur hidup, serta pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Selain itu, perlu menambahkan ketentuan mengenai tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.

Dari latar belakang diberlakukannya  hukuman kebiri tersebut dapat dilihat bahwa hukuman kebiri dilaksanakan secara kimia bukan dengan cara operasi, dan  beberapa literatur tentang proses medis kebiri menerangkan bahwa kebiri kimia dilakukan dengan cara disuntik dengan tujuan agar membuat hormon-hormon dalam tubuh tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya, dengan kata lain kebiri kimia dimaksudkan untuk menurunkan hasrat seksual dan libido pelaku pedofilia, sehingga dengan hukuman tambahan tersebut diharapkan kedepannya pelaku tersebut akan insaf dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

Hukuman tambahan Kebiri tersebut juga harus ditentukan masa pelaksanaannya yaitu sebagaimana diatur dalam pasal

Ayat 8 yang menyatakan bahwa Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.

 

C. RASA KEJUJURAN DAN KEADILAN BAGI HAKIM DALAM MENJATUHKAN HUKUMAN TAMBAHAN KEBIRI KIMIA.

Hakim dalam melakukan persidangan harus menegakkan berbagai macam azas yang salah satunya adalah azas Legalitas, dimana maksud dari azas ini adalah bahwa setiap putusan Hakim harus didasarkan pada ketentuan peraturan yang telah ada baik meliputi hukum formal maupun materiil. Namun Hakim  dalam menegakkan azas Legalitas ini juga dituntut untuk memahami secara sosiologis yaitu nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sehingga diharapkan putusan Hakim akan menghasilkan rasa keadilan.

Dalam aturannya penerapan hukuman tambahan kebiri ini hanya dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan tertentu seperti mengakibatkan hilangnya fungsi reproduksi, mengakibatkan luka berat atau bahkan mengakibatkan korban meninggal dunia, sebagaimana diatur dalam pasal 81 ayat 7 Perpu no 17 tahun 2016.

Permasalahan dalam penerapan hukuman tambahan kebiri kimia tersebut yaitu Hakim harus hati-hati dan harus benar-benar menegakkan azas keadilan dan kejujuran, oleh karenanya sebelum menjatuhkan hukuman tambahan kebiri kimia tersebut hendaklah Hakim memiliki pengetahuan  dengan mempelajari referensi-referensi yang berkaitan dengan kebiri kimia tersebut.

Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah mengenai efek samping dari hukuman kebiri kimia tersebut. Kebiri Kimia memiliki efek negatif berupa penuaan dini pada tubuh. Cairan anti androgen diketahui akan mengurangi kepadatan tulang sehingga menimbulkan resiko tulang keropos atau osteoporosis meningkat. Anti Androgen juga mengurangi massa otot yang memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan menimbulkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah 1, Hal lain yang harus dicermati adalah dalam ulasannya pernyataan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Ilham Oetama Marsis, bahwa pengebirian bertentangan dengan fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran, dan sumpah dokter. 2

1 “Ini Efek Hukuman Kebiri Kimiawi pada Tubuh”, http://health.kompas.com/read/2016/05/25/200500123/ini.efek.hukuman.kebiri.kimiawi.pada.tubuh.

2 “IDI menolak dokter jadi eksekutor hukum kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual”, http://indonesia.coconuts.co/2016/06/09/idi-menolak-dokter-jadi-eksekutor-hukum-kebiri-kimia-bagi-pelaku-kekerasan-seksual.

Hakim sebagai Decission maker dalam hal ini harus selalu berusaha bersikap adil semaksimal mungkin, oleh karena rasa keadilan itu tidak terlihat oleh mata namun rasa keadilan akan terbetik dalam hati sebagai suatu rasa yang dapat dirasakan oleh masyarakat, dan untuk dapat menghasilkan suatu putusan yang mendekati kepada rasa keadilan maka seorang Hakim haruslah jujur kepada diri sendiri, karena kejujuran adalah kunci dari semua pemecahan permasalahan, kejujuran dalam melihat perbuatan terdakwa, layakkah dan pantaskah hukuman tambahan kebiri kimia tersebut dijatuhkan dengan segala konsekuensi yaitu efek-efek berbagai macam penyakit yang akan dirasakan oleh terdakwa seumur hidupnya, disinilah letak seorang Hakim diuji untuk menegakkan Pedoman Perilaku Hakim yaitu seorang Hakim harus Berperilaku Adil dan Jujur, karena tidak boleh kebencian terhadap suatu perbuatan menjadikan seorang Hakim menjadi bersikap tidak adil dalam memutus suatu perkara.

Dari uraian singkat tersebut maka penulis beropini bahwa penerapan hukuman tambahan kebiri tidak layak untuk dijatuhkan kepada terdakwa, mengingat hukuman tersebut dapat menimbulkan efek negatif yaitu berbagai macam penyakit yang mana akan diderita terdakwa tersebut selama sisa hidupnya, sehingga apabila hukuman tambahan tersebut dijatuhkan oleh Hakim maka “Bagaikan terdakwa tersebut dihukum dua kali”, sebagai gambarannya dinegara kita pemidanaan yang diterapkan bukanlah yang bersifat pembalasan namun bersifat pembinaan agar menjadi individu yang lebih baik dikemudian hari, sehingga sudah cukup dengan dijatuhkannya putusan pokok berupa pidana penjara dimana diharapkan terdakwa akan insaf dan dapat belajar agama, menambah ibadah, sehingga dapat memperbaiki akhlak terdakwa dan menjadikan sisa hidup terdakwa dapat menjadi lebih baik lagi.

 

D. PENUTUP

Last but not least, yang terpenting dari uraian diatas adalah marilah kita pupuk dan kita tumbuhkan rasa kejujuran dalam diri kita, kita praktekkan dalam pekerjaan kita sehari-hari, apapun jabatan kita, sehingga dengan bekal kejujuran inilah yang akan memperbaiki akhlak kita dan dengan kebaikan akhlak inilah akan membuat Lembaga Peradilan menjadi makin kuat, berwibawa, dan dihormati serta disegani oleh masyarakat, dan sebagai Hakim yang bertugas memutus suatu perkara marilah kita tegakkan kejujuran dalam hati kita sehingga dengan kejujuran tersebut akan dapat memberikan output putusan yang berkeadilan. 

 

Selong, 29 Agustus 2019.

ANTON BUDI SANTOSO., SH., MH

(Hakim Pengadilan Negeri Selong)